Kita sering bicara tentang inflasi secara umum, kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari. Namun, ada bentuk inflasi lain yang dampaknya jauh lebih mematikan bagi impian jangka panjang kita: inflasi aset. Ilustrasi di depan mata kita ini menunjukkan realita yang sangat gamblang: dalam rentang waktu hanya lima tahun, dari 2020 ke 2025, perbandingan antara kenaikan gaji rata-rata dan lonjakan harga properti adalah jurang pemisah yang kian lebar.
Bayangkan, gaji yang mungkin naik dari Rp 4.2 juta menjadi Rp 5.3 juta – peningkatan sekitar Rp 1.1 juta. Ini tentu patut disyukuri sebagai bentuk apresiasi. Namun, di sisi lain, harga rumah yang tadinya Rp 700 juta melesat menjadi Rp 1.6 miliar. Itu kenaikan sebesar Rp 900 juta!

Kenaikan Gaji vs Kenaikan Harga Rumah
Ilustrasi ini secara brutal menunjukkan “balapan” yang sebenarnya terjadi: gaji kita lari tertatih-tatih, sementara harga aset seperti rumah berlari sekencang jet. Dalam skenario seperti ini, kenaikan gaji sebesar apapun terasa tidak cukup, bahkan mungkin tidak signifikan, untuk mengejar target besar seperti kepemilikan properti. Mimpi untuk membeli rumah, yang tadinya terasa sulit, kini bisa terasa hampir mustahil hanya dalam kurun waktu singkat karena lonjakan harga yang jauh melampaui kemampuan menabung dari peningkatan gaji semata. “Tanpa Sadar Inflasi Sudah Membunuh Kalian,” demikian bunyi pesan dalam gambar, dan ilustrasi gaji vs harga rumah ini adalah bukti nyatanya.
Melihat perbandingan ini, jelas sudah bahwa hanya mengandalkan kenaikan gaji rutin bukanlah strategi yang memadai untuk membangun kekayaan atau bahkan sekadar mencapai tujuan finansial besar di tengah laju inflasi aset. Kenaikan gaji, seberapapun besarnya, seringkali tidak bisa kamu kontrol sepenuhnya. Besarnya ditentukan oleh kebijakan perusahaan, kondisi ekonomi makro, atau faktor eksternal lainnya yang berada di luar genggamanmu.
Sikap Seharusnya Menghadapi Kejamnya Inflasi
Lantas, apakah kita harus menyerah pada keadaan? Tidak. Justru di sinilah kita harus mengaktifkan “growth mindset” dan fokus pada apa yang bisa kita kontrol dan ubah: sikap dan tindakan kita terhadap uang.
Ada dua medan pertempuran yang berada di bawah kendali kita sepenuhnya:
- Meningkatkan Pendapatan Secara Signifikan
Jika gaji utama lambat, cari ‘pelari’ lain yang lebih cepat. Ini bisa berarti mencari pekerjaan sampingan, memulai usaha (bisnis bisa memiliki potensi pertumbuhan pendapatan yang jauh melampaui persentase kenaikan gaji tahunan), berinvestasi (dengan bijak) agar uang bekerja untukmu, atau mengembangkan keahlian yang bisa menghasilkan pendapatan tambahan. Targetnya bukan hanya menambah beberapa ratus ribu, tetapi menciptakan sumber pendapatan yang berpotensi tumbuh lebih cepat atau memberikan jumlah besar yang bisa mengejar ketertinggalan dari inflasi aset. - Mengelola dan Menurunkan Pengeluaran dengan Disiplin Tinggi
Melihat betapa cepatnya harga aset naik, menabung menjadi krusial dan harus dilakukan dengan agresif. Ini memerlukan disiplin luar biasa dalam memprioritaskan pengeluaran. Bedakan dengan tegas antara kebutuhan dan keinginan. Tunda atau bahkan hilangkan pengeluaran untuk hal-hal yang tidak esensial. Setiap rupiah yang berhasil dihemat dan diinvestasikan (atau dialokasikan untuk target besar seperti DP rumah) adalah langkah kecil yang penting dalam balapan yang sangat berat ini.
Ilustrasi di atas adalah reminder bahwa sikap pasif hanya dengan mengandalkan gaji adalah strategi yang salah dalam melawan inflasi, terutama inflasi aset. Kita tidak bisa mengendalikan pasar properti atau kebijakan gaji perusahaan, tetapi kita bisa mengendalikan keputusan kita untuk mencari peluang pendapatan lain dan mengendalikan pengeluaran kita seminimal mungkin untuk memperbesar tabungan atau modal investasi.
Fokuslah pada apa yang bisa kamu kontrol ketimbang berharap pada suatu hal yang tak bisa kamu kontrol. Realita dari gambar itu memang menakutkan, tapi ia adalah panggilan untuk bertindak, bukan untuk menyerah.
Jangan salah baca. Ini adalah seruan untuk mengubah strategi finansialmu secara fundamental.